Berdasarkan Pasal 1869 KUHPerdata”suatu tulisan mempunyai kekuatan sebagai tulisan di bawah tangan bila ditandatangani oleh para pihak”
Pasal 1875 KUHPerdata
”Suatu tulisan di bawah tangan yang diakui kebenarannya oleh orang yang dihadapkan kepadanya atau secara hukum dianggap telah dibenarkan olehnya, menimbulkan bukti lengkap seperti suatu akta otentik bagi orang-orang yang menandatanganinya”
Pengaturan mengenai tanda tangan maupun perubahan tanda tangan tidak diatur dengan jelas dalam peraturan perundang-undangan, penulisan tanda tangan merupakan kebiasaan umum yang mengandung makna bahwa orang yang melakukan dan memberi tanda tangan telah mengerti dan menyetujui atau menyepakati mengenai isi dari tulisan tersebut.
Berdasarkan pasal 1869 dan 1875 dapat ditarik kesimpulan bahwa terkait perubahan tanda tangan dalam penandatanganan dokumen, akta atau tulisan dibawah tangan, maka akta atau dokumen yang tanda tangannya diakui oleh orang terhadap siapa tulisan itu hendak dipakai, dapat merupakan alat pembuktian yang sempurna terhadap orang yang menandatangani.
Peraturan Perbankan juga tidak mengatur dengan jelas mengenai perubahan tanda tangan, dalam hal transaksi dengan Bank, biasanya pihak bank memiliki internal policy terhadap perubahan tanda tangan nasabah, ada sebagian bank yang mengizinkan perubahan tanda tangan dengan surat pernyataan ada pula yang tidak.
Langkah konkrit terhadap Pengakuan perubahan tanda tangan dapat dilakukan dengan surat pernyataan untuk mempertegas keabsahannya.
Selasa, 20 Juli 2010
Bidang Usaha Jasa Pertambangan
Jenis Usaha Jasa Pertambangan tersebut meliputi :
I. Konsultasi, perencanaan, pelaksanaan dan pengujian peralatan di bidang:
1) penyelidikan umum;
2) penyelidikan umum;
3) penyelidikan umum;
4) konstruksi pertambangan;
5) pengangkutan;
6) lingkungan pertambangan;
7) pascatambang dan reklamasi; dan/atau
8) keselamatan dan kesehatan kerja.
II. Konsultasi, perencanaan, dan pengujian peralatan di bidang:
1) penambangan; atau
2) pengolahan dan pemurnian.
b. Usaha Jasa Pertambangan Non Inti
Bidang Usaha Jasa Pertambangan Non Inti adalah bidang usaha selain bidang-bidang usaha tersebut diatas.
Catt : Usaha Jasa Pertambangan berbentuk orang perserorangan hanya dapat melakukan kegiatan jasa pertambangan sebagai berikut :
- jenis usaha jasa pertambangan konsultasi atau perencanaan; dan/atau
- Usaha Jasa Pertambanan Non Inti
Pemegang IUP atau IUPK Operasi Produksi dapat menyerahkan kegiatan penambangan kepada usaha jasa pertambangan terbatas pada kegiatan:
- pengupasan lapisan (stripping) batuan penutup yang terdiri dari kegiatan penggalian, pemuatan dan pemindahan lapisan (stripping) batuan penutup dengan dan/atau didahului peledakan.
- pengangkutan mineral atau batubara.
Kewajiban Pemegang IUP atau IUPK untuk Penggunaan Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional
Pemegang IUP atau IUPK yang rencana kerja kegiatannya telah mendapat persetujuan dari Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menggunakan Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional. Akan tetapi dalam hal tidak terdapat Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional, maka pemegang IUP atau IUPK dapat menggunakan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain.
Untuk dapat menggunakan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain sebagaimana tersebut diatas, maka Pemegang IUP atau IUPK harus terlebih dahulu melakukan pengumuman ke media massa lokal dan/atau nasional tetapi tidak ada Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan/atau Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional yang mampu secara finansial dan/atau teknis.
Dalam hal Perusahaan Jasa Pertambangan Lain mendapatkan pekerjaan di bidang jasa pertambangan sebagaimana dimaksud diatas, maka Perusahaan Jasa Pertambangan Lain tersbeut harus memberikan sebagian pekerjaan yang didapatkannya kepada Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal sebagai sub kontraktor sesuai dengan kompetensinya.
Larangan bagi Pemegang IUP atau IUPK untuk melibatkan anak perusahaan atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang dimilikinya.
Pemegang IUP atau IUPK dilarang melibatkan anak perusahaan dan/atau afiliasinya dalam bidang usaha jasa pertambangan di wilayah usaha pertambangan yang diusahakannya.
Adapun yang dimaksud dengan anak perusahaan atau afiliasi sebagaimana tersebut diatas adalah badan usaha yang mempunyai kepemilikan saham langsung dengan pemegang IUP atau IUPK.
Larangan tersebut diatas dikecualikan apabila ada persetujuan dari Direktur Jendral atas nama Menteri yang diberikan apabila :
a. tidak terdapat perusahaan jasa pertambangan sejenis di wilayah kabupaten/kota dan/atau provinsi tersebut;
b. tidak ada perusahaan jasa pertambangan yang berminat atau mampu, berdasarkan kriteria:
1. memiliki investasi yang cukup;
2. memiliki modal kerja yang cukup; dan
3. memiliki tenaga kerja yang kompeten di bidang pertambangan,
sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh pemegang IUP atau IUPK.
Persetujuan dari Direktur Jendral tersebut, diberikan setelah pemegang IUP atau IUPK melakukan persyaratan-persyaratan di bawah ini :
a. melakukan pengumuman lelang jasa pertambangan ke media massa lokal dan/atau nasional tetapi tidak ada yang berminat atau mampu secara finansial dan teknis;
b. menjamin tidak adanya transfer pricing atau transfer profit dan telah dilaporkan kepada Direktur Jendral.
Kewajiban Untuk mendapatkan Klasifikasi dan Kualifikasi bagi Pelaku Usaha Jasa Pertambanagan :
Pelaku Usaha Jasa Pertambangan harus mendapatkan klasifikasi dan kualifikasi dari lembaga independen yang dinyatakan dengan sertifikat. Akan tetapi apabila lembaga independen belum terbentuk, maka klasifikasi dan kualifikasi dilakukan oleh Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Adapun Klasifikasi Usaha Jasa Pertambangan terdiri atas :
a. konsultan;
b. perencana;
c. pelaksana; dan
d. penguji peralatan,
pada bidang jasa pertambangan
Sedangkan Kualifikasi Usaha Jasa Pertambangan terdiri atas :
a. Besar → apabila memiliki kekayaan bersih di atas Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha
b. Kecil → apabila memiliki kekayaan bersih paling besar sampai dengan Rp 5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Aspek Perizinan bagi Pelaku Usaha Jasa dan Kewajibannya
Bagi Pelaku Usaha Jasa Pertambangan, untuk melakukan kegiatan usaha jasa pertambangan maka akan diberikan Izin Usaha Jasa Pertambangan (“IUJP”), sedangkan Perusahaan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti akan diberikan Surat Keterangan Terdaftar (“SKT”)
a. IUJP & SKT
IUJP diberikan oleh Menteri kepada Perusahaan Jasa Pertambangan Nasional dan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain untuk melakukan kegiatan usaha jasa pertambangan di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan Gubernur akan memberikan IUJP kepada Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain untuk melakukan kegiatan usaha jasa pertambangan dalam wilayah propinsi yang bersangkutan. Selain itu Bupati/Walikota akan memberikan IUJP kepada Perusahaan Jasa Pertambangan Lokal dan Perusahaan Jasa Pertambangan Lain untuk melakukan kegiatan usaha jasa pertambangan dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
SKT diberikan oleh Menteri kepada pelaku Usaha Jasa Pertambangan Non Inti untuk melakukan kegiatan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti di seluruh wilayah Indonesia. Sedangkan Gubernur akan memberikan SKT kepada pelaku Usaha Jasa Pertambangan Non Inti untuk melakukan kegiatan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti dalam wilayah provinsi yang bersangkutan. Dan bupati/walikota akan memberikan SKT kepada pelaku Usaha Jasa Pertambangan Non Inti untuk melakukan kegiatan Usaha Jasa Pertambangan Non Inti dalam wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
SKT dan IUJP diberikan berdasarkan permohonan :
a. Baru;
b. Perpanjangan; dan
c. Perubahan → dilakukan apabila terjadi perubahan klasifikasi dan/atau kualifikasi
Permohonan diajukan secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan format dan persyaratan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Permen ESDM No. 28/2009.
Apabila permohonan tersebut diatas telah lengkap dan benar, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan evaluasi sebelum memberikan persetujuan atau penolakan, sedangkan proses pemberian dan persetujuan ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 14 hari kerja terhitung sejak permohonan dan persyaratan telah diterima dengan lengkap dan benar. Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud diatas, ternyata diperlukan klarifikasi lebih lanjut, khusus untuk permohonan usaha jasa pertambangan dengan klasifikasi Pelaksana dan Penguji peralatan dapat dilakukan verifikasi oleh Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.
Permohonan Perpanjangan IUJP dan SKT harus diajukan dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) bulan sebelum IUJP berakhir.
IUJP atau SKT yang telah diberikan kepada pelaku usaha jasa pertambangan dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain.
IUJP dan SKT berakhir apabila :
a. jangka waktu berlakunya telah berakhir dan tidak diajukan permohonan perpanjangan;
b. diserahkan kembali oleh pemegang IUJP dengan pernyataan tertulis sebelum jangka waktu IUJP berakhir;
c. dicabut oleh pemberi IUJP.
b. Kewajiban Pemegang IUJP dan SKT
Pemegang IUJP atau SKT dalam melaksanakan kegiatan usahanya wajib:
a. menggunakan produk dalam negeri;
b. menggunakan sub kontraktor lokal;
c. menggunakan tenaga kerja lokal;
d. melakukan kegiatan sesuai dengan jenis dan bidang usahanya;
e. menyampaikan setiap dokumen kontrak jasa pertambangan dengan pemegang IUP atau IUPK;
f. melakukan upaya pengelolaan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
g. mengoptimalkan pembelanjaan lokal baik barang maupun jasa pertambangan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan usaha jasanya;
h. melaksanakan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
i. membantu program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat meliputi peningkatan pendidikan dan pelatihan, kesehatan, dan pertumbuhan ekonomi lokal; dan
j. menyusun dan menyampaikan laporan kegiatan kepada pemberi IUJP atau SKT → laporan triwulan dan tahunan
Laporan Triwulan dan tahunan tersebut diatas meliputi :
a. investasi;
b. nilai kontrak;
c. realisasi kontrak;
d. pemberi kontrak;
e. tenaga kerja;
f. peralatan (masterlist);
g. penerimaan negara;
h. penerimaan daerah;
i. pembelanjaan lokal, nasional dan/atau impor; dan
j. pengembangan masyarakat (Community Development).
Pelaku Usaha Jasa Pertambangan atau Usaha Jasa Pertambangan Non Inti wajib mempunyai
penanggung jawab operasional di lapangan untuk menjamin aspek teknis pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan, lindungan lingkungan pertambangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penanggung jawab tersbeut diatas bertanggung jawab kepada kepala teknik tambang.
Pemegang IUJP atau SKT yang diterbitkan oleh Menteri wajib melaporkan IUJP atau SKTnya kepada gubernur atau bupati/walikota tempat kegiatan usahanya. Sedangkan Pemegang IUJP atau SKT yang diterbitkan oleh gubernur wajib melaporkan IUJP atau SKTnya kepada bupati/walikota tempat kegiatan usahanya.
Jumat, 16 Juli 2010
BATAS PENGGUNAAN AREAL PERKEBUNAN
Penentuan batas maksimal penggunaan areal perkebunan:
Batas paling luas penggunaan areal perkebunan diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007, lampiran 3. Batas paling luas yang dapat dimiliki oleh 1 (satu) perusahaan dengan komoditi Kelapa Sawit adalah 100.000 Ha, namun dalam peraturan tersebut tidak menjelaskan berlaku untuk wilayah propinsi atau seluruh Indonesia.
Berdasarkan keterangan Biro Hukum Kementerian Pertanian, Pengertian Lampiran 3 mengandung makna bahwa 100.000 Ha merupakan luas maksimal yang dapat dimiliki dan tersebar diseluruh wilayah Indonesia untuk 1 (satu) Perusahaan Perkebunan.
Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007 tidak mengatur luas penggunaan di propinsi karena merupakan kewenangan Pemerintah daerah dalam hal ini adalah Bupati/Walikota dan Gubernur terkait dengan Izin Lokasi.
Pengaturan mengenai penggunaan maksimal untuk setiap propinsi adalah berdasarkan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi Pasal 4 ayat (1) huruf C.
(1) Izin Lokasi dapat diberikan pada perusahaan yang sudah mendapat persetujuan penanaman modal sesuai ketentuan yang berlaku untuk memperoleh tanah dengan luas tertentu sehingga apabila perusahaan tersebut berhasil membebaskan seluruh areal yang ditunjuk, maka luas penguasaan tanah oleh perusahaan tersebut dan perusahaan-perusahaan lain yang merupakan satu grup perusahaan dengannya tidak lebih dari luasan sebagai berikut:
c. Untuk usaha perkebunan yang diusahakan dalam bentuk perkebunan besar dengan diberikan Hak Guna Usaha :
1) Komoditas tebu : 1 propinsi : 60.000 Ha
Seluruh Indonesia : 150.000 Ha
2) Komoditas lainya : 1 propinsi : 20.000 Ha
(termasuk kelapa sawit)
Seluruh Indonesia : 100.000 Ha
Ketentuan dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 26/Permentan/OT.140/2/2007 lampiran 3 dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi Pasal 4 tidak berlakunya untuk:
a. Badan usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum (PERUM) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD);
b. Badan Usaha yang seluruh atau sebagaian besar sahamnya dimiliki oleh Negara, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah;
c. Badan Usaha yang seluruhnya atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh masyarakat dalam rangka “Go Public”.
Langganan:
Postingan (Atom)